“Kami akan bicara dengan kolega kami yaitu Depkeu,” ujar Dirjen Migas Departemen ESDM Luluk Sumiarso di Jakarta, kemarin.
Keluhan KKKS tersebut, kata Luluk, harus segera dicari solusinya. Jika tidak, dikhawatirkan dapat menghambat iklim investasi di Indonesia.
Namun ketika ditanya solusi apa yang akan diajukan Ditjen Migas, Luluk menolak menjelaskan lebih lanjut. “Nanti sajalah,” katanya.
Keberatan KKKS terhadap pajak impor barang-barang migas itu disampaikan dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR, beberapa hari lalu.
Menurut KKKS yang terdiri dari Total Indonesia, ConocoPhillips, CNOOC, Chevron Pasific Indonesia dan BP Indonesia, pengenaan pajak impor menjadikan biaya sumur membengkak. Seperti ditulis Investor Daily, sebelumnya KKKS tidak perlu membayar pajak impor. Namun kini peralatan itu tidak bisa keluar jika pajaknya tidak dibayarkan sebelumnya. Total Indonesia mencontohkan, untuk Lapangan Sepanjang Timur, dekat Bali, pihaknya harus mengeluarkan biaya tambahan US$ 27 juta untuk membayar pajak impor tambahan atau sekitar 60% dari investasi awalnya.
Pengenaan pajak impor telah menjadi salah satu bagian praktik tidak efisien pada operasional migas. KKKS juga meminta agar Ditjen Migas, BPMIGAS dan Depkeu melakukan koordinasi untuk membicarakan masalah ini.