“Kalau
ada kelebihan gas (dari Donggi dan Senoro), baru bisa dieskpor. Presiden juga
sudah menyetujuinya,†ujar Wakil Presiden M. Jusuf Kalla usai dialog dengan
1.000 perempuan di
Berdasarkan
data Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BPMigas), selama penandatanganan
kontrak jual beli gas 2002-2008, alokasi pasar domestik mencapai 14,6 triliun
kaki kubik (trillion cubic feet/tcf)
atau 62% dari total produksi gas nasional periode tersebut yang mencapai 23,6
tcf. Perjanjian jual beli gas (PJBG) periode 2002-2008 untuk pasar domestik
diperuntukkan bagi pembangkit listrik sebanyak 41%, industri 42%, dan 19% untuk
memasok kebutuhan pupuk.
Wapres
menegaskan, saat ini kebutuhan gas domestik masih cukup besar, bahkan cenderung
kurang. Karena itu, gas dari dua lapangan yang dikelola oleh joint operating body (JOB)
Pertamina-Medco EP Tomori Sulawesi itu harus diprioritaskan untuk kepentingan
nasional.
Keputusan
alokasi gas dari Donggi dan Senoro untuk kepentingan dalam negeri diambil dalam
rapat yang melibatkan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro, Menteri Perindustrian
Fahmi Idris, dan Dirut PT Pertamina Galaila Karen Kardinah Agustiawan di
Jakarta, baru-baru ini.
Menurut
Jusuf Kalla, saat ini belum memungkinkan untuk mengekspor gas dari Lapangan
Matindok dan Senoro. Gas tersebut untuk memenuhi kebutuhan energi listrik dan
lainnya. “Bangsa ini harus mandiri dalam energi,†ujarnya.
Sebelumnya,
PT Pertamina dan Medco Energi Internasional Tbk meminta Wapres segera
menyetujui usulan proyek Donggi Senoro yang memadukan suplai domestik dan
ekspor. Kedua perusahaan berkomitmen untuk menambah pasokan ke domestik dari
proyek lain.
Permintaan
tersebut tertuang dalam surat tertanggal 18 Juni 2009 yang ditujukan langsung
ke Wapres dan diteken oleh Dirut Pertamina Galaila Karen Kardinah Agustiawan
dan Dirut Medco Energi Internasional Darmoyo Doyoatmojo.
Pertamina
dan Medco menyatakan bahwa selama ini seluruh produksi gas mereka yang
jumlahnya mencapai 900 juta standar kaki kubik per hari (mile-mile standard cubic feet per day/MMSCFD) dialokasikan untuk
pasar domestik.
Dua
perusahaan migas nasional tersebut juga berkomitmen untuk menyuplai gas sebesar
70 MMSCFD dari proyek Donggi Senoro untuk pasar domestik. Sisanya sebanyak 335
MMSCFD akan tetap diekspor untuk memenuhi keekonomian proyek.
“Kami
mendukung pemerintah untuk mengamankan energi nasional dan tentunya kami tetap
ingin memberi kepastian kepada calon buyer
(pembeli),†kata juru bicara Pertamina Basuki Trikora Putra.
Keputusan
Wapres agar gas itu untuk domestik, menurut Trikora, akan dipakai Pertamina
sebagai landasan ke depan skema bisnisnya seperti apa. “Kami berikan pemahaman
kepada buyer, yaitu Chubu Electric
Power dan Kansai Electric Power, bahwa perjanjian awal (head of agreement/HoA) tetap dijalankan,†ujarnya.
Menurut
Trikora, kelanjutan proyek ini hanya soal waktu. Salah satu mitra Pertamina,
yaitu Mitsubishi Corp, sudah berkomitmen memberikan gas Donggi Senoro untuk
Jepang. “Kami juga melihat proyek ini memberi manfaat bagi negara dari segi
penerimaan,†jelasnya.
Opsi
Terbaik
Direktur
Proyek PT Medco Energi Internasional Tbk Lukman Mahfoedz berpendapat, pihaknya
mengajukan opsi yang terbaik untuk komersialisasi dari lapangan marginal dan
telantar 28 tahun di Sulawesi Tengah. “Kami usulkan untuk mengembangkannya
dengan murni investasi swasta tanpa membebani negara, tanpa cost recovery di downstream sesuai dengan ketentuan dan aturan kontrak bagi hasil
dan aturan pemerintah yang lain,†ujarnya.
Dia
mengatakan, negara berpotensi untung US$ 6,4 miliar selama 15 tahun kontrak
pada harga minyak US$ 70 per barel atau US$ 430 juta per tahun. Untuk mencari
pendanaan bagi investasi senilai US$ 3,4 miliar, lanjut Lukman, saat ini tidak
mudah. â€ÂKalau kami harus mencari monetisasi dengan cara lain maka berapa lama
lagi harus menunggu,†ujar dia.