Usulan
disampaikan Kepala BPH Migas Tubagus Haryono dalam seminar mengenai peluang dan
tantangan bisnis gas kota di Hotel Borobudur, Kamis (28/5).
Menurut
Tubagus, subsidi memungkinkan pelaku usaha dapat memperoleh keuntungan,
sementara masyarakat tetap dapat membeli gas dengan murah.
"Selisih
antara harga keekonomian dengan harga subsidi ditanggung oleh pemerintah,"
katanya.
Harga
gas bumi untuk rumah tangga yang berlaku saat ini masih di bawah harga
keekonomiannya, tidak menarik bagi pelaku usaha. Untuk mengembangkan gas kota,
dibutuhkan biaya tidak sedikit. Sebagai contoh, untuk 1.000 pelanggan rumah
tangga dibutuhkan investasi sebesar Rp 4,83 miliar atau Rp 4,83 juta per rumah
tangga.
Harga
keekonomian gas bumi untuk rumah tangga dengan tingkat keuntungan (IRR) sebesar
12%, berkisar antara US$ 11,34-12,38 per MMBTU, tergantung dari harga beli gas
bumi dari produsen. Atau dengan kata lain, besar biaya distribusi gas bumi
untuk rumah tangga berkisar antara US$ 9,34-9,38 per MMBTU.
Akibat
tingginya biaya tersebut, tak mengherankan bila sampai saat ini pemakaian gas
bumi sebagai bahan bakar rumah tangga baru mencapai sekitar 2 MMSCFD.
Dalam
kesempatan yang sama, Wakil Kepala BPMIGAS Abdul Muin mengemukakan, jarak
antara sumber pasokan dengan jaringan gas kota dapat menjadi kendala dalam
keekonomian proyek. BPMIGAS akan memberikan prioritas pasokan gas untuk gas
kota di wilayah yang dekat dengan fasilitas hulu yang tersedia, misalnya Palembang,
Kalimantan Timur dan Surabaya.
Abdul
Muin juga menekankan perlunya kajian yang komprehensif dari hulu hingga hilir
agar proyek pengembangan gas kota dapat diimplementasikan secara ekonomis dan
mempunyai jaminan kelangsungan pasokan selama pengoperasiannya.