Kenyataan ini, menurut Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro,
jelas merupakan kabar gembira.Selain
menunjukkan kualitas CBM Indonesia cukup bagus, waktu pengembangannya yang
lebih cepat dari perkiraan juga dapat membantu memenuhi kebutuhan gas untuk
domestik yang terus meningkat.
“Ini menunjukkan CBM Indonesia bagus sekali, prospektif
dan bisa digunakan untuk kebutuhan domestik,†katanya.
Jika kebutuhan domestik dapat dipenuhi dari domestik,
lanjut Purnomo, maka peta supply-demand
dalam Neraca Gas Indonesia (NGI) juga berubah. Dalam NGI 2009, potensi CBM
memang belum dimasukkan dan rencananya baru akan diperhitungkan untuk NGI 2010.
Pemanfaatan gas di Lapangan Rambutan yang telah keluar
pada proses dewatering, kini masih
dibahas Departemen ESDM. Untuk dijual secara komersial, gas flare tersebut harus mendapat persetujuan PoD dari Menteri ESDM terlebih dahulu. Sementara jika dibakar (flared), sesuai Permen ESDM No 36 Tahun
2008, wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM.
CBM adalah gas alam dengan dominan gas metana dan disertai
sedikit hidrokarbon lainnya dan gas non-hidrokarbon dalam batu bara hasil dari
beberapa proses kimia dan fisika. CBM sama seperti gas alam konvensional yang
kita kenal saat ini, namun perbedaannya adalah CBM berasosiasi dengan batu bara
sebagai source rock dan reservoirnya.
Sedangkan gas alam yang kita kenal, walaupun sebagian ada yang bersumber dari
batu bara, diproduksikan dari reservoir pasir, gamping maupun rekahan batuan
beku. Hal lain yang membedakan keduanya adalah cara penambangannya dimana reservoir
CBM harus direkayasa terlebih dahulu sebelum gasnya dapat diproduksikan.
CBM
diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batu bara (sebagai reservoir)
agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa
diawali dengan memproduksi air (dewatering)
agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batu bara
akan keluar dari matriks batu baranya. Gas metana kemudian akan mengalir
melalui rekahan batu bara (cleat) dan
akhirnya keluar menuju lobang sumur. Puncak produksi CBM bervariasi antara 2
sampai 7 tahun. Sedangkan periode penurunan produksi decline) lebih lambat dari gas alam konvensional.
CBM
dapat dijual langsung sebagai gas alam, dijadikan energi dan sebagai bahan baku industri.
Eksploitasi CBM tidak akan merubah kualitas matrik batu bara dan menguntungkan
para penambang batu bara, karena gas emisinya telah dimanfaatkan sehingga
lapisan batu bara tersebut menjadi aman untuk ditambang. CBM juga merupakan sumber
energi yang ramah lingkungan.
Sumber
daya CBM Indonesia mencapai 453,3 TCF yang tersebar pada 11 cekungan hydrocarbon.
Dari sumber daya tersebut, cadangan CBM sebesar 112,47 TCF merupakan cadangan
terbukti dan 57,60 TCF merupakan cadangan potensial.