Kepala BPH Migas Tubagus Haryono dalam seminar mengenai
gas kota, mengemukakan, pemilihan kota yang dijadian obyek kajian dengan
pertimbangan kota-kota tersebut terletak tidak jauh dari sumber produksi gas
bumi atau pipa transmisi dan distribusi gas bumi existing.
Hingga saat ini, telah dilakukan kajian di 10 kota yaitu
Bloram Lhokseumawe, Prabumulih, Semarang, Jambi, Samarinda, Tarakan,
Balikpapan, Bontang dan Sorong.
Tubagus mengemukakan, penggunaan gas bumi melalui pipa
lebih murah dibandingkan menggunakan bahan bakar fosil. Sebagai gambaran, harga
rata-rata gas bumi untuk rumah tangga pada 1 Februari 2009 sebesar US$ 6,6 MMBTU,
sementara harga minyak tanah bersubsidi di pasaran dapat mencapai harga Rp
5.500 per liter atau setara US$ 12,2 per MMBTU. Sedangkan harga minyak tanah
bersubsidi yang ditetapkan pemerintah masih dalam kisaran Rp 2.500 per liter.
“Penggunaan gas bumi dapat mengurangi subsidi yang
dikeluarkan pemerintah,†kata Tubagus.
Sayangnya, pengembangan gas bukan perkara mudah sebab
biaya untuk pembangunan infrastruktur sangat mahal. Contohnya, untuk 1.000
pelanggan rumah tangga dibutuhkan investasi sebesar Rp 4,83 miliar atau Rp 4,83
juta per rumah tangga.
Harga keekonomian gas bumi untuk rumah tangga dengan
tingkat keuntungan atau IRR sebesar 12% berkisar antara US$ 11,34 per MMBTU
sampai dengan US$ 12,38 per MMBTU, tergantung dari harga beli gas bumi atau dengan
produsen. Dengan kata lain, besar biaya distribusi gas bumi untuk rumah tangga
berkisar antara US$ 9,34 per MMBTU sampai US$ 9,38 per MMBTU.