PP Nomor 53 Tahun 2017 Tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split

Jakarta, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal 27 Desember 2017 telah menetapkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2017 Tentang Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Dalam pertimbangannya dijelaskan, untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31D UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16B ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perlakuan Perpajakan pada Kegiatan Usaha Hulu Migas dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Selanjutnya, yang dimaksud dalam peraturan ini disebutkan dalam Pasal 1 sebagai berikut:

  1. Minyak bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan tempratur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha migas.
  2. Gas bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dari proses penambangan migas.
  3. Migas adalah minyak bumi dan Gas Bumi
  4. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha eksplorasi dan eksploitas
  5. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi engenai kondisi geologi untuk emnemukan dan memperoleh perkiraan cadangan migas di wilayah kerja yang ditentukan.
  6. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan migas dari wilayah kerja yang ditentukan yang terdiri dari atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian Migas di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.
  7. Wilayah kerja adalah daerah tertentu di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia untuk pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitas.
  8. Kontrak kerja sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama laind alam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang elbih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
  9. Kontak bagi hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.
  10. Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
  11. Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk emlakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan SKK Migas.
  12. Operator adalah kontraktor atau dalam hal kontraktor terdiri atas beberapa pemegang partisipasi interes (PI), salah satu pemegang partisipasi interes yag ditunjuk sebagai wakil oleh pemegang partisipasi interes lainnya sesuai dengan kontrak kerja sama.
  13. Operasi perminyakan adalah kegiatan eksplorasi, eksploitasi, pengangkutan sampai debgan titik penyerahan, penutupan dan peninggalan sumur serta pemulihan bekas penambangan migas, termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri seagai kelanjutan dari eksplorasi dan eksploitasi.
  14. Lifting adalah sejumlah migas yang dijual atau dibagi di titik penyerahan (custody transfer point).
  15. Produksi komersial adalah saat dimulainya enjualan migas sampai dengan berakhirnya kontrak bagi hasil gross split.
  16. Partisipasi interes adalah hak dan kewajiban sbeagai kontraktor kontrak kerja sama, baik secara langsung maupun tidak langsung pada suatu wilayah kerja.
  17. Uplift adalah imbalan yang diterima oleh kontraktor sehubungan dengan penyediaan dana talangan untuk pembiayaan operasi kontrak bagi hasil yang seharusnya merupakan kewajiban partisipasi kontraktor lain berdasarkan perjanjian di antara para pemegang partisipasi interes dalam satu kontrak kerja sama.
  18. Kewajiban penjualan dalam negeri (Domestic Market Obligation) yang sleanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian kontraktor berupa minyak bumi dan atau gas bumi untuk emmenuhi kebutuhan dalam negeri
  19. Imbalan DMO adalah imbalan yang dibayarkan oeh pemerintah keada kontraktor atas penyerahan minyak bumi dan atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dengan menggunakan harga yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.
  20. SKK Migas adalah satuan kerja yang melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas dibawah pembinaan, koordinasi dan pengawasan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM
  21. Pemerintah adalah pemerintah pusat.
  22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bdiang keuangan negara.

“Ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku untuk Kontrak Kerja Sama (KKS) dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada kegiatan Usaha Hulu,” demikian bunyi pasal 2.

Tertulis dalam Pasal 3 ayat 1 bahwa Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menaggung risiko dalam rangka pelaksanaan Operasi Perminyakan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split pada suatu Wilayah kerja dan di ayat 2 dinyatakan Pelaksanaan Operasi Perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip kewajaran serta kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik.

Penghasilan Bruto dan Pengurangan Penghasilan Kontraktor

Pasal 4 ayat 1 menyebutkan bruto kontraktorterdiri dari

  1. Penghasilan dalam rangka bagi hasil migas
  2. Penghasilan lainnya selain daam rangka bagi hasil migas

Selanjutnya di pasal 4 ayat 2 tertulis bahwa penghasilan dalam rangka bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak bumi dan atau gas bumi bagian kontraktor dikurangi niali realisasi penyerahan DMO minyak bumi dan atau gas bumi ditambah imbalan DMO ditambah atau dikurangi varian harga atas lifting.

Lebih lanjut untuk penghasilan lainnya selain dalam rangka bagi hasil migas sebagaimana dimaksud pada pasal 4 ayat 1 huruf b maka di dalam pasal 4 ayat 3 disebutkan:

  1. Penghasilan yang berasal dari Uplift atau imbalan lain yang sejenis
  2. Penghasilan yang berasal dari pengalihan Partisipasi Interes
  3. Hasil penjualan prduk sampingan dari kegiatan usaha hulu
  4. Penghasilan lainnya yang memberikan tambahan kemampuan ekonomis.

Kemudian dalam pasal 5 ayat 1 yang terdiri dari biaya operasi disebutkan:

  1. Biaya eksplorasi
  2. Biaya eksploitasi
  3. Biaya lainnya

Lalu dalam ayat 2 biaya eksplorasi tersebut meliputi:

  1. Biaya pengeboran eksplorasi
  2. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi
  3. Biaya geologis dan geofisika terdiri atas:
  1. Biaya penelitian geologis
  2. Biaya penelitian geofisika

Kemudian biaya eksploitasi tersebut meliputi:

  1. Biaya pengeboran pengembangan
  2. Biaya langsung produksi untuk:
  3. Biaya pemrosesan gas bumi
  4. Biaya utility terdiri atas:
  5. Biaya umum dan administrasi pada kegiatan pada kegiatan eksploitasi
  6. Biaya penyusutan
  7. Biaya amortisasi
  1. Minyak bumi dan atau
  2. Gas bumi.
  1. Biaya perangkat produksi dan pemeliharaan peralatan: dan
  2. Biaya uap, air dan listrik

Pada pasal 4 ayat 4 biaya umum dan administrasi pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimanadimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (3) huruf e meliputi:

  1. Biaya adminsitrasi dan keuangan
  2. Biaya pegawai
  3. Biaya jasa material
  4. Biaya transportasi
  5. Biaya umum kantor
  6. Pajak tidak langsung, pajak daerah dan retribusi daerah

Lebih lanjut dalam ayat 5 untuk biaya lainnya yang dimaksud pada ayat 1 huruf c meliputi:

  1. Biaya untuk memindahkan minyak bumi dan atau gas bumi dari titik produksi ke titik penyerahan
  2. Biaya kegiatan pascaoperasi kegiatan usaha hulu’
  3. Biaya pemasaran minyak bumi dan atau gas bumi yang berasal dala hal terjadi terminasi KKS sesuai dnegan ketentuan peraturan perundang-undangan
  4. Biaya penggantian investasi kepada kontraktor sebelumnya dalam hal terjadi terminasi KKS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  5. Biaya lain yang terkait dengan kegiatan operasi perminyakan

“Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 1 yang dikeluarkan oleh kontraktor dapat diperhitungkan sebagai unsur pengurang penghasilan dalam rangka bagi hasil migas dalam penghitungan penghasilan kena pajak,” jelas Pasal 6.

Biaya operasi yang dapat dperhitungkan dalam penghitungan penghasilan kena pajak memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam pasal 7 ayat 1:

  1. Dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan Operasi Perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia
  2. Menggunakan jumlah yang sesungguhnya dikeluarkan apabila tidak dipengaruhi hubungan istimewa menggunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak diengaruhi oleh hubungan istimewa berdasarkan ketentuan Undang-Undang ajak Penghasilan.
  3. Operasi perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik
  4. Kegiatan operasi perminyakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana erja yang telah mendapatkan persetujuan Kepala SKK Migas

Selanjutnya disebutkan pada pasal 7 ayat 2 bahwa biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a wajib memenuhi sarat:

  1. Untuk biaya penyesuaian hanya atasbarang dan peralatan yang digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi milik negara
  2. Untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang:
  3. Untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada kayaran/pekerja/ dalam bentuk natura/kenikmatan dilakukan sesuai dnegan ketentuan peraturan perundang-undangan di biadng perpajakan
  4. Untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
  5. Untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat danlingkungan yang dikeluarkan pada masa Eksplorasi dan eksploitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dibidang perpajakan
  6. Untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat:
  7. Untuk pengeluaran remunerasi tenaga kerja asing pada kontraktor kontrak bagi hasil, besaran remunerasi tidak melampauibatasan yang ditetapkan oleh menteri.
  1. Tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri
  2. Tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia
  3. Tidak rutin
  1. Digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia
  2. Kontraktor menyerahkan lapran keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya
  3. Besarannya tidak melampaui batasan pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat yang ditetapkan oleh Menteri

Dalam pasal 8 disebutkan jenis biaya operasi dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam penghitungan penghasilan kena pajak meliputi:

  1. biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang partisipasi interes dan pemegang saham
  2. pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama SKK Migas dan kontraktor dalam rekening bank umum pemerintah Indonesiayang berada di Indonesia
  3. harta dihibahkan
  4. sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanks pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan
  5. biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara
  6. pajak penghasilan
  7. insentif pembayaan iuran pension, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus dan pemegang saham
  8. biaya tenaga kerja asing yang tidak memiliki izin kerja tenaga asing
  9. biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak
  10. biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominative penerima manfaat dan Nomor Pokok Waji Pajak penerima manfaat
  11. biaya peatihan teknis untuk tenaga kerja asing
  12. biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan partisipasi interes
  13. biaya bunga atas pinjaman
  14. royalty sehubungan dengan enggunaan hak paten atau ha lainnya yang dibayarkan secara langsung atau tidak langsung kepada kantor pusat dan atau afiliasinya
  15. pajak pengahasilan pihak lain berupa:
  16. nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor
  17. transaksi yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
  18. biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak bagi hasil gross split kecuali biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat 5 huruf d.
  1. pajak penghasilan karyawan yang ditanggung Kontraktor, kecuali yang dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan atau
  2. pajak penghasilan yang wajb dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga di dalam negeri yang ditanggung kontraktor atau di gross up

Untuk pengeluaran yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun yang dilakukan pada masa produksi komersial dalam pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa dibebankan sebagai biaya pada tahun pengeluaran. Kemudian dalam pasal 9 ayat 2disebutkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yang dilakukan pada masa produksi komersial dibebankan sebagai biaya mealui penyusutan atau amortisasi.

Sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 2 atas pengeluaran harta berwujud yang dilakukan pada masa dari 1 tahun, maka dalam pasal 10 ayat 1 bahwa dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menetapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Kemudian penyusutan tersebut dimuai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service).

“Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan pemerintah ini,”jelas bunyi pasal 10 ayat 3.

Untuk harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat 1 di atas, maka tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena factor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud langsung dapat dibebankan sebagai biaya operasi.

Pasal 11 disebutkan pada ayat 1 bahwa Amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2 atas pegeluaran selain harta berwujud sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun yag dilakukan pada masa produksi komersial, dhitung dengan metode satuan produksi dan Amortisasi tersebut dimulai pada bulan dilakukan pengeluaran.

Untuk Pengeluaran yang dilakukan sebelum dimulainya produksi komersial baik berupa harta berwujud maupun tidak berwujud dikapitalisasi dan diamortisasi yang dipercepat dengan metode satuan produksi yang dimulai pada bulan produksi komersial. Lalu pengeluarannya Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan untuk menetapkan besarnya biaya yang dikapitalisasi.

Lebih lanjut, dalam Pasal 13 ayat 1 bahwa besarnya cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 tahun pajak, dihitung berdasarkan estimasi biaya penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa manfaat ekonomis. Kemudian cadangan biaya tersebut wajib disimpan dalam rekening bersama antara SKK Migas dan Kontraktor di bank umum pemerintah Indonesia di Indonesia.

“Dalam hal realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar dari jumalh yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurangan atau penambah baiaya operasi dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah mendapat persetujuan kepala SKK Migas,” bunyi pasal 13 ayat 3.

Maka, ketentuan mengani tata cara penggunaan dana cadangan biaya oenutupan dan pemulihan tambang diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral.

Pengakuan dan Pengukuran Penghasilan

Pasal 14 menyebutkan, penghasilan kontraktor untuk kontrak bagi hasil gross split diakui pada titik penyerahan.

Disebutkan pasal 15 ayat 1 bahwa penghasilan dari kontrak bagi hasil gross split dalam bentuk minyak bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak mentah dunia. Metodelogi dan formula dari harga minyak mentah Indonesia ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM setelah berkoordinasi dengam Menteri dengan ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan formula harga minyak mentah Indonesia diatur dengan Permen ESDM.

Untuk penghasilan dari kontrak bagi hasil gross split, Pasal 16 disebutkan bahwa dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang tercantum dalam kontrak penjualan gas bumi.

Perhitungan Bagi Hasil

Pasal 17 ayat 1 menyatakan, bagi hasil migas dihitung berdasarkan jumlah gross produksi dengan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif.

Dalam ayat 2 ditetapkan bahwa kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan 25% bagiannya dari produksi migas yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan migas sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan harga yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ESDM,” bunyi pasal 17 ayat 3.

Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran bagi hasil awal (base split), komponen variabel dan komponen progresif, ditetapkan oleh Menteri ESDM.

Penghitungan Pajak Penghasilan

Dalam pasal 18 ayat 1 dinyatakan, penghasilan neto untuk satu tahun pajak bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan ditambah penghasilan penghasilan lainnya dan dikurangi biaya operasi.

Kemudian dalam hal penghasilan setelah pengurangan biaya operasi didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 10 tahun.

“Penghasilan kena pajak bagi kontraktor dihitung berdasarkan penghasilan neto dikurangi dengan kompensasi kerugian,” tertulis di Pasal 18 ayat 3.

Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. Penghasilan kena pajak tersbeut setelah dikurangi pajak penghasilan, maka terutang pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan.

Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Lainnya Selain Dalam Rangka Bagi Hasil Migas

Pasal 19 ayat 1 menyatakan, Penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a, dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% dari jumlah bruto.

Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak penghasilan yang bersifat final yang berasal dari uplift atau imbalan lain yang sejenis, tidak dikenai pajak penghasilan.

Penghasilan kontraktor dari pengalihan Participating Interest (PI), dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:

  1. 5% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksplorasi.
  2. 7% dari jumlah bruto, untuk pengalihan PI selama masa eksploitasi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan diatur dengan Permen.

Sementara Pasal 20 mengatur, dalam masa eksplorasi, penghasilan dari pengalihan PI tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1 apabila memenuhi kriteria:

  1. Tidak mengalihkan seluruh PI yang dimilikinya.
  2. PI telah dimiliki lebih dari 3 tahun.
  3. Di WK telah dilakukan eksplorasi (telah ada pengeluaran investasi).
  4. Pengalihan PI tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

Dalam masa eksploitasi, pengasilan dari pengalihan PI yang dilakukan untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak termasuk penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat 1.

Pembukuan Kontraktor

Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.

Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan dan sesuai prinsip kontrak bagi hasil gross split.

Kewajiban Kontraktor dan/atau Operator

Dalam hal terjadi pengalihan PI atau pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Dirjen Migas dan Dirjen Pajak.

Dalam hal pengalihan PI, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru.

Pasal 23 menyatakan, setiap operator pada suatu wilayah kerja wajib melakukan pemenuhan kewajiban pemotongan dan/atau pemungutan pajak serta menyelenggarakan pembukuan untuk kegiatan operasi perminyakan untuk wilayah kerja yang bersangkutan.

Dalam pasal 24, diatur bahwa minyak bumi dan atau gas bumi bagian Pemerintah dari Kontrak Bagi Hasil Gross Split, dihitung berdasarkan volume migas.

Selanjutnya pasal 24 ayat 2 menyatakan, dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan kontraktor dari kontrak bagi gasil gross split, dapat berupa volume minyak bumi dan atau gas bumi dari bagian kontraktor.

Insentif

Pasal 25 ayat 1 diatur bahwa pada tahap eksplorasi dan eksploitasi sampai dengan saat dimulainya produksi komersial, kontraktor diberikan fasilitas meliputi:

a. Pembebasan pungutan bea masuk atas impor barang yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

b. Pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang tidak dipungut atas:

c. Perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak.

d. Impor barang kena pajak.

e. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar pabean di dalam daerah paben dan/atau

f. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang digunakan dalam rangka operasi perminyakan.

Tidak dilakukan pemungutan pajak penghasilan Pasal 22 atas impor barang yang telah memperoleh fasilitas pembebasan dari pungutan bea masuk.

Pengurangan pajak bumi dan bangunan sebesar 100% dari pajak bumi dan bangunan mifgas terutang yang tercantum dalam pemberitahuan pajak terutang.

Pasal 25 ayat 2 menyatakan, terhadap fasilitas perpajakan yang diberikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 yang peruntukannya tidak dalam rangka operasi perminyakan, wajib dibayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut tentang pemberian fasilitas, diatur dengan Permen.

Pasal 26 mengatur, dalam hal pada tahap eksploitasi terdapat kapasitas berlebih pada fasilitas pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan, kontraktor dapat memanfaatkan kelebihan kapasitas tersebut untuk digunakan kontraktor lainnya berdasarkan prinsip pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) setelah mendapatkan persetujuan SKK Migas.

Dinyatakan pula, pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) oleh kontraktor dalam rangka pemanfaatan barang milik negara di bidang hulu migas dikecualikan dari pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenakan pajak pertmbahan nilai.

Pembebanan biaya operasi fasilitas bersama (cost sharing) harus memenuhi kriteria:

a. Barang yang digunakan dan diperoleh atau dibeli kontraktor sebagai pelaksanaan kontrak merupakan barang milik negara.

b. Pemanfaatan barang milik negara yang digunakan sebagai fasilitas bersama telah mendapat persetujuan SKK Migas.

c. Pemanfaatan fasilitas bersama tersebut tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba.

Pasal 27 mengatur bahwa pembebanan alokasi biaya tidak langsung kantor pusat tidak dilakukan pemotongan pajak penghasilan dan tidak dikenai pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Ketentuan Lain-lain

Kontraktor melakukan transaksi dan penyelesaian pembyarannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29 menyatakan, Menteri dalam keadaan tertentu dapat menunjuk pohak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah setelah berkoordinasi dengan Menteri ESDM.

“Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi perminyakan menjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan Pemerintah dan dikelola oleh SKK Migas,” bunyi Pasal 30.

Pasal 31 ayat 1 mengatur, berdasarkan pertimbangan keekonomian lapangan, Menteri ESDM dapat melakukan penyesuaian terhadap besaran bagi hasil serta menetapkan bentuk dan besar insentif kegiatan usaha hulu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat 2 menyatakan, dalam rangka membantu keekonomian kegiatan usaha hulu, Menteri ESDM dapat memberikan insentif dalam rangka pemanfaatan barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan Peralihan

Pada saat PP ini mulai berlaku:

Kontrak bagi hasil gross split yang telah ditandatangani sebelum PP ini diundangkan, wajib melaksanakan ketentuan dalam PP ini dengan melakukan penyesuaian kontrak bagi hasil gross split.

Fasilitas pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor yang telah diberikan terhadap kontrak bagi hasil gros split sebagaimana dimaksud dalam huruf a, tetap berlaku sampai dengan masa berlaku yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas berakhir.

Kontraktor yang mengusulkan perubahan bentuk kontrak bagi hasil dengan mekanisme pengembalian biaya operasi menjad kontrak bagi hasil gross split, biaya operasi, pajak-pajak tidak langsung dan pajak bumi dan bangunan yang telah dikeluarkan dan belum dikembalikan dapat diperhitungkan menjadi tambahan split bagian kontraktor sampai dengan kontrak bagi hasil berakhir.

Ketentuan Penutup

Ketentuan perpajakan lainnya yang tidak diatur dalam PP ini dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

PP ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. (TW/DK)

Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.