Impor Bensin RON 88 Direkomendasikan Dihentikan

"Rekomendasi ini sudah kami serahkan kepada Menteri ESDM pada Jumat, (18/12)," kata Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Minggu (21/12) siang. Dalam kesempatan itu, Faisal didampingi oleh Pelaksana Tugas Dirjen Migas Naryanto Wagimin, Chandra Hamzah, Darmawan Prasodjo dan Djoko Siswanto serta anggota tim lainnya.

Dalam paparannya Faisal menjelaskan, 6 rekomendasi kebijakan BBM bersubsidi ini dilatarbelakangi beberapa hal, antara lain harga BBM bersubsidi merupakan persoalan sensitif yang kerap memunculkan kontroversi akibat informasi yang tidak lengkap mengenai bagaimana Pemerintah menentukan harga patokan BBM bersubsidi.

Penentuan harga patokan sangat penting karena besaran harga subsidi BBM tergantung pada volume penggunaan BBM bersubsidi dengan harga jual sebelum pajak. Harga patokan (HP) dihitung berdasarkan rata-rata Harga Indeks Pasar (HIP) BBM yang bersangkutan para periode satu bulan sebelumnya ditambah ongkos distribusi dan margin. HIP mengacu pada harga transaksi di bursa Singapura (MOPS)

Pada saat ini, lanjut Faisal, sebagian besar kilang BBM di dalam negeri hanya dapat memproduksi Bensin Premium (RON 88), Minyak Solar (kandungan sulfur 0,35%) dan Minyak Tanah. Subsidi harga diberikan untuk BBM jenis tersebut. Karena itu, penentuan harga patokan untuk menghitung subsidi mengacu pada BBM jenis tersebut.

Mengingat di Singapura tidak tersedia kutipan harga untuk Bensin RON 88 dan Minyak Solar dengan kandungan sulfur 0,35%, HIP untuk kedua BBM tersebut dihitung berdasarkan harga MOPS untuk jenis BBM yang spesifikasinya paling mendekati yaitu 0,9842 dikali MOPS Mogas 92 untuk Bensin Premium dan 0,9967 dikali MOPS Gasoil 0,25% sulfur untuk Minyak Solar.

Tim Reformasi menilai, faktor pengali dalam formula penghitungan HIP berdasarkan data masa lalu yang sudah relatif lama sehingga tidak mencerminkan kondisi terkini. "Faktor pengali untuk mendapatkan HIP Bensin Premium dihitung berdasarkan penetapan pada 2007," kata Faisal.

Salah satu faktor pengalinya adalah porsi impor Premium RON 88 dalam Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2007 sebesar 36%. Padahal saat ini, porsi impor Premium telah mencapai 70%.

Latar belakang rekomendasi lainnya adalah secara implisit ada keharusan mencampur bensin impor sehingga spesifikasinya sama dengan Bensin Premium RON 88. 

Harus disadari juga, papar Faisal, Indonesia merupakan pembeli tunggal Bensin RON 88 di Asia Tenggara. Namun demikian, Indonesia dalam hal ini Petral, tidak memiliki kekuatan dalam pembentukan harga MOPS untuk Mogas 92 yang menjadi benchmark Bensin RON 88. 

Prinsip-prinsp dasar rekomendasi adalah menyediakan pilihan lebih baik bagi rakyat yang niscaya terbaik pula bagi perekonomian dalam bentuk eksternalitas positif sehingga bisa mengkalibrasi kenaikan ongkos pengadaan dan impor BBM bersubsidi akibat peningkaran kualitas BBM.

"Selain itu, formula yang ruwet kita sederhanakan dan mencerminkan keadaan sebenarnya yang lebih baik daripada perhitungan rumit dan asumsi data yang kadaluarsa. Dengan begitu, perhitungan harga patokan lebih mencerminkan harga lewat mekanisme pasar yang betul-betul terjadi (riil), bersifat transparan dan akuntabel serta dapat mengurangi peluang terjadinya manipulasi," katanya.

Prinsip dasar lainnya adalah perubahan harga patokan seyogyanya tidak menambah beban rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung dan formulanya juga menjadi sederhana dan BBM yang diimpor tidak memerlukan proses pencampuran.

Perubahan kebijakan dapat diterapkan pada kondisi kapasitas dan kualitas infrastruktur kilang BBM yang ada di dalam negeri. "Tadinya kami sangsi kilang-kilang Pertamina itu bisa menghasilkan RON 92 dengan cepat. Terus terang waktu itu, kami memberikan dalam draf pertama, transisi 3 tahun. Namun setelah mengecek dan berkonsultasi dengan Pertamina, ternyata Pertamina dalam hitungan bulan bisa menghasilkan RON 92," tambahnya.

Selengkapnya rekomendasi yang dikeluarkan Tim Reformasi yaitu:
1. Menghentikan impor RON 88 dan Gasoil 0,35% dan menggantikannya masing-masing dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25% sulfur.

2. Agar produksi Minyak Solar di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan Gasoil 0,25% sulfur.

3. Produksi kilang domestik dialihkan dari Bensin RON 88 menjadi Bensin RON 92. Dengan kebijakan itu maka:
a. Formula perhitungan harga patokan menjadi lebih sederhana yakni: Harga MOPS Mogas 92 ditambah alpha untuk bensin RON 92 dan Harga MOPS Gasoil 0,35% sulfur ditambah alpha untuk Minyak Solar.
b. Benchmark yang digunakan dalam menghitung Harga Indeks Pasar (HIP) menjadi lebih sesuai dengan dinamika pasar.
c. Dalam jangka pendek, impor Mogas 92 akan meningkat, namun disertai penurunan impor RON 88. Dampak keseluruhannya, terutama dalam jangka panjang, diperkirakan bakal positif.
d. Peningkatan produksi RON 92 bisa dilakukan dengan menambahkan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether) pada Pertamax Off untuk mengurangi kadar aromatic yang dihasilkan oleh kilang-kilang minyak Pertamina saat ini.

4. Besaran subsidi bensin RON 92 bersifat tetap, misalnya Rp 500 per liter.

5. Memperhatikan kebutuhan Minyak Solar untuk transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingab umum, kebijakan subsidi untuk Minyak Solar dapat menggunakan pola penerapan harga yang berlaku sekarang.

6. Pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92:
a. Dilakukan pembaruan kilang domestik sehingga produksi Bensin RON 88 dapat digantikan dengan Bensin RON 92, dengan masa transisi selama waktu tertentu.
b. Pengelolaan fasilitas kilang TPPI diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina untuk memungkinkan peningkatan produksi Bensin RON 92 dapat dilakukan maksimal,
c. Selama masa transisi, produk RON 88 yang diproduksi, dipasarkan di wilayah sekitar lokasi kilang atau diserahkan kepada kebijakan Pertamina.
d. Besaran subsidi per liter untuk RON 88 lebih kecil dari subsidi untuk Mogas 92.
e.Fasilitasi Pemerintah untuk mempercepat pembaruan dan perluasan fasilitas kilang.
f. Harga patokan Bensin RON 88 yang digunakan menggunakan HIP dengan formula perhitungan yang berlaku saat ini. (TW)


Kementerian ESDM
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi
Gedung Ibnu Sutowo St. H.R Rasuna Said Kav. B-5, Jakarta 129100
Telp: 021-5268910. Fax: 021-5268979.
Media Sosial
Call Center
136
Copyright © 2024. Kementerian ESDM Ditjen Migas. All Rights Reserved.