Jakarta, Menyikapi
perkembangan situasi saat ini, Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Sawit
telah melakukan konsolidasi dengan industri sawit Indonesia. Disadari
sepenuhnya bulan-bulan ini adalah masa yang sangat sulit dan masih mungkin
lebih sulit ke depan.
Namun petani dan industri sawit masih cukup optimis. Paling tidak pohon
sawitnya masih ada dan berbuah, pabriknya sudah berdiri dan berproduksi.
"Indonesia memiliki industri yang paling kompetitif didunia. Jika kita
saja kesulitan, maka pesaing-pesaing kita akan lebih sulit lagi," ujar
Dirut BPDP Bayu Krisnamurti di Jakarta, Selasa (1/9).
Bayu juga menegaskan bahwa BPDP telah memiliki langkah strategis yang akan
diteruskan dalam situasi yang sulit ini
yaitu meningkatkan konsumsi biodiesel dalam negeri dan replanting. Kedua hal itu meningkatkan permintaan dan mengurangi supply 'in a productive way'.
"Kita yakin bahwa situasi sulit ini akan berakhir serta keseimbangan baru
akan tercapai. Pasar akan tumbuh lagi dan sawit Indonesia akan jadi yang paling
siap bersaing mengisinya", lanjut Bayu.
Sampai dengan 31 Agustus 2015, hanya dalam 5 hari kerja telah tersalurkan 9,7
juta liter biodiesel dari produsen biodiesel sawit ke Pertamina, atau hampir 10
ribu KiloLiter (KL) Itupun baru yg dikirim lewat truk tangki (jalan darat).
"Sedangkan pengiriman besar menggunakan kapal akan tiba 1-2 hari lagi.
Jumlah itu merupakan bagian kontrak lebih dari 300 ribu KL untuk delivery
sampai Oktober 2015. 400 ribu KL lagi sedang dalam proses kontrak untuk delivery sampai Desember. Perusahaan yg
telah mengirimkan biodieselnya ke Pertamina antara lain adalah PT Musim Mas,â€
ujarnya.
Sementara itu, Direktur Bioenergi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Tisnaldi mengungkapkan bahwa untuk pembayaran dana oleh BPDP terhadap selisih
kurang HIP BBM jenis tertenu dengan HIP biodiesel KESDM siap melakukan
verifikasi volume BBN Biodiesel yang disalurkan ke BU BBM untuk dicampur dengan
minyak solar jenis tertentu. Untuk tahun 2016, kontrak kebutuhan Pertamina
diperkirakan mencapai sekitar 2,5 juta KL biodiesel untuk program PSO dan
sekitar 2,6 juta untuk non PSO dari total kebutuhan BBN jenis Biodiesel di
tahun 2016 yang diperkirakan sebesar 6,48 juta Kl.
Tisnaldi juga menambahkan, dengan mandatori penggunaan biodiesel sebesar 20%
(B20) yang akan dilakukan mulai tahun 2016, penghematan devisa dan pengurangan
ketergantungan terhadap BBM mencapai 36,65 triliun rupiah. Selain itu, dengan
berkembangnya industri bahan bakar nabati (BBN) di dalam negeri akan menyerap
tenaga kerja lebih dari 5 ribu orang yang diiringi juga dengan peningkatan
pajak penghasilan badan. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan petani
kelapa sawit sebesar 61%, pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar sekitar 9,7
juta ton CO2e yang dapat meningkatan kualitas lingkungan dan ketahanan
serta kedaulatan energi nasional,†ungkap Tisnaldi.(RZ)